Mengapa Orang Miskin tetap Miskin, Meskipun Mereka Mampu
Fenomena seseorang yang sebenarnya mampu keluar dari kemiskinan tetapi memilih tetap dalam kondisi tersebut dapat dijelaskan dari berbagai perspektif psikologi dan sosiologi. Beberapa alasan utama mengapa seseorang tetap dalam kondisi miskin meskipun memiliki peluang untuk meningkat adalah:
---
1. Learned Helplessness (Ketidakberdayaan yang Dipelajari)
Konsep ini dikembangkan oleh Martin Seligman, seorang psikolog, yang menjelaskan bahwa ketika seseorang mengalami kegagalan berulang kali, mereka bisa kehilangan motivasi untuk mencoba lagi, meskipun ada peluang sukses.
> "When people feel they have no control over their situation, they may simply give up and accept their fate."
(Ketika seseorang merasa tidak memiliki kendali atas situasi mereka, mereka mungkin menyerah dan menerima nasib mereka.)
Misalnya, seseorang yang berulang kali gagal mendapatkan pekerjaan formal mungkin akhirnya merasa bahwa usaha mereka sia-sia dan memilih pekerjaan informal yang lebih mudah diakses.
---
2. Faktor Kenyamanan dan Kebiasaan
Dalam teori Maslow’s Hierarchy of Needs, setelah kebutuhan dasar seseorang terpenuhi (makan, tempat tinggal), mereka mungkin tidak lagi mencari peningkatan jika merasa cukup nyaman dengan kondisi mereka.
Beberapa orang yang sudah terbiasa dengan cara hidup tertentu, seperti menjadi pengamen atau tukang parkir, mungkin merasa lebih nyaman dengan pekerjaan tersebut dibandingkan pekerjaan yang lebih menuntut disiplin tinggi.
---
3. Mentalitas Kemiskinan (Culture of Poverty)
Teori ini diperkenalkan oleh Oscar Lewis, seorang antropolog, yang berpendapat bahwa kemiskinan bukan sekadar kondisi ekonomi, tetapi juga budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi.
> “The poor have a distinct culture, which includes values, attitudes, and behaviors that perpetuate poverty.”
(Kaum miskin memiliki budaya yang khas, termasuk nilai-nilai, sikap, dan perilaku yang membuat kemiskinan terus berlanjut.)
Dalam konteks ini, seseorang yang lahir dalam lingkungan miskin mungkin tidak melihat alternatif lain yang realistis. Mereka tumbuh dalam lingkungan di mana pekerjaan informal atau meminta-minta dianggap sebagai sesuatu yang normal.
---
4. Rasa Takut Akan Perubahan dan Ketidakpastian
Psikologi manusia cenderung menghindari ketidakpastian (uncertainty avoidance). Pekerjaan seperti menjadi pengamen atau pengemis mungkin menawarkan pendapatan yang kecil tetapi stabil, sementara pekerjaan formal mungkin lebih menjanjikan tetapi penuh ketidakpastian, seperti risiko dipecat atau tekanan kerja yang tinggi.
Dalam Prospect Theory yang dikembangkan oleh Daniel Kahneman dan Amos Tversky, manusia lebih cenderung mempertahankan keadaan yang sudah mereka kenal dibandingkan mengambil risiko untuk sesuatu yang belum pasti, bahkan jika secara rasional pilihan baru lebih menguntungkan.
---
5. Kurangnya Rasa Percaya Diri dan Persepsi Diri yang Rendah
Banyak orang yang terbiasa dalam kemiskinan mengalami self-stereotyping atau pandangan negatif terhadap diri mereka sendiri. Mereka mungkin merasa bahwa pekerjaan yang lebih baik bukan untuk mereka, atau mereka tidak memiliki kapasitas untuk bersaing dengan orang lain.
Albert Bandura, seorang psikolog, memperkenalkan konsep self-efficacy, yang berarti kepercayaan seseorang terhadap kemampuannya untuk mencapai suatu tujuan. Jika seseorang memiliki self-efficacy yang rendah, mereka mungkin tidak berani mencoba pekerjaan yang lebih baik karena takut gagal.
---
6. Faktor Sosial dan Tekanan Lingkungan
Lingkungan sosial seseorang berpengaruh besar terhadap pilihan hidupnya. Jika seseorang berasal dari komunitas yang mayoritas bekerja di sektor informal, maka dorongan untuk mencoba pekerjaan formal menjadi lebih kecil. Selain itu, tekanan sosial juga bisa membuat seseorang tetap dalam kondisi yang sama.
Misalnya, seorang pengamen mungkin memiliki teman-teman yang juga mengamen, dan keluar dari lingkungan tersebut berarti meninggalkan komunitasnya. Ini bisa menimbulkan ketakutan sosial seperti kesepian atau kehilangan dukungan dari orang-orang di sekitarnya.
---
Kesimpulan
Meskipun ada individu yang secara fisik dan intelektual mampu keluar dari kemiskinan, faktor psikologis, budaya, dan sosial sering kali menghambat mereka untuk mengambil langkah tersebut. Martin Seligman, Oscar Lewis, Daniel Kahneman, dan Albert Bandura semuanya menunjukkan bagaimana pola pikir, kebiasaan, dan ketakutan terhadap ketidakpastian bisa membuat seseorang tetap dalam kemiskinan, meskipun ada peluang untuk keluar dari situasi tersebut.
Untuk mengatasi ini, solusi tidak hanya sebatas memberikan kesempatan ekonomi, tetapi juga perlu perubahan dalam pola pikir, pendidikan, dan dukungan sosial
agar individu merasa mampu dan termotivasi untuk mengubah hidup mereka.
Komentar
Posting Komentar